Pintu SurgaMU - Dalam surah Yasin, ada kisah menarik yang berkaitan dengan
dakwah. Dalam ayat 13 dan seterusnya, Allah SWT memerintahkan Nabi
Muhammad SAW menceritakan kisah kepada kaum musyrikin Makkah yang
mendustakan Nabi.
Kisah itu adalah perilaku orang-orang dalam
menyikapi para dai (utusan Allah). Disebutkan, sebuah negeri yang
menurut beberapa sumber disebut negeri Anthakiyah didatangi oleh tiga
orang utusan Allah.
Masing-masing utusan bernama Shadiq, Shaduq,
dan Syallom. Dalam riwayat lain disebutkan utusan itu bernama Sam’un,
Yohana, dan Bolus (Paulus).
Mereka memperkenalkan diri kepada
warga negeri Anthakiyah. Mereka merupakan para dai yang diutus Nabi Isa
al-Masih AS untuk berdakwah kepada warga Anthakiyah agar menyembah Allah
dan tidak menyekutukannya.
Warga Anthakiyah saat itu dipimpin
seorang raja bernama Antikhos yang menyembah patung. Warga Anthakiyah
ternyata tidak merespons dakwah para dai tersebut.
Mereka
menolaknya, bahkan mengatakan para dai tersebut seperti layaknya warga
Anthakiyah. Mana mungkin para dai memperoleh wahyu dari Allah. Sekiranya
dai-dai itu utusan Allah, niscaya mereka bukan manusia, melainkan
malaikat.
Mereka bahkan mengatakan, keberadaan para dai itu
mencelakakan kehidupannya sendiri. Mereka mengancam apabila dai-dai
tersebut tidak menghentikan dakwahnya, akan dilempari batu dan disiksa.
Melihat
perilaku warga Anthakiyah yang tidak mau menerima ajakan dakwah para
dai, kemudian datanglah seseorang dari tempat jauh bernama Habib
al-Najjar.
Ia berusaha menolong para dai dari ancaman penyiksaan dan pembunuhan.
Habib al-Najjar menasihati kaumnya agar mengikuti ajakan (dakwah) para
dai.
Lalu, Habib mengatakan ikutilah orang-orang yang dalam
berdakwah tidak meminta imbalan karena mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk dari Allah (QS Yasin [36]: 21).
Kisah Habib
al-Najjar ini kemudian menjadi firman Allah karena difirmankan dalam
Alquran. Ayat 21 dari surah Yasin ini sangat tepat dijadikan petunjuk
dalam menyikapi perilaku sejumlah dai yang dalam dakwahnya menyimpang
dari tuntunan Islam.
Menurut kajian ilmu Ushul Fiqh, teks Alquran seperti itu memiliki dua pengertian (dalalah), yaitu dalalah manthuq (pengertian tekstual atau tersurat) dan dalalah mafhum (pengertian kontekstual atau tersirat).
Dalalah mafhum (tersirat) ada dua macam, mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Mafhum muwafaqah adalah pengertian tersirat yang sesuai dengan pengertian tersurat.
Sedangkan, mafhum mukhalafah adalah pengertian tersirat yang berlawanan dengan pengertian tersurat. Menurut para ahli Ushul Fiqh, baik manthuq (tersurat) maupun mafhum (tersirat) adalah hujjah (dalil) dalam syariat Islam.
Mafhum mukhalafah
dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan kita agar tidak mengikuti
para dai yang dalam berdakwah meminta imbalan. Sebab, mereka merupakan
orang-orang sesat.
Apabila mengikuti dai yang dalam berdakwah
meminta imbalan saja diharamkan oleh Allah melalui ayat di atas, apalagi
mengikuti dai yang dalam berdakwah memasang tarif.
Berdasarkan
kaidah hukum Islam, apa yang haram diambil haram juga diberikan. Maka,
haram hukumnya memberikan imbalan kepada dai yang dalam dakwahnya
meminta imbalan.
Apabila dalam dakwahnya dai tidak meminta
imbalan, menurut mayoritas ulama, kita boleh memberikan imbalan dan dai
boleh menerimanya. Semoga Allah melindungi kita semua dari
larangan-larangan-Nya.