Pintu SurgaMU -
Iftaa atau mengeluarkan fatwa lebih khusus daripada ijtihad.
Ijtihad berarti melakukan kerja istinbath (mengeluarkan) hukum.
Perbincangan mengenai istinbath begitu luas merangkumi semua hukum.
Manakala mengeluarkan fatwa merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk
mengeluarkan hukum bagi suatu perkara atau peristiwa yang tertentu saja.
Menurut Ahmad Hasan, Fatwa adalah bahasa arab yang berarti jawaban
pertanyaan atau ketetapan hukum, maksudnya ialah ketapan atau keputusan
hukum tentang sesuatu masalah atau peristiwa yang nyata oleh seorang
mujtahid, sebagai hasil ijtihadnya.
Menurut Abu Zahra fatwa sahabat adalah orang-orang yang bertemu
Rasullullah saw, yang langsung menerima risalahnya,dan mendengar
langsung penjelasan syari’atnya dari beliau sendiri. Oleh karena itu
Jumhur telah menetapkan bahwa pendapat mereka dapat dijadikan hujjah
sesuai dalil-dalil nash.
Kata fatwa dalam bahasa arab disebut ifta yang berarti memberikan
penjelasan, hukum, atau keputusan. Menurut ahli fikih fatwa adalah
suatu penjelas tentang persoalan hukum agama. Menurut Syaifuddin fatwa
adalah usaha memberikan penjelasan tentang hukum syara oleh ahlinya
kepada orang yang belum mengetahuinya. Kata fatwa juga disebutkan di
dalam al-Quran, misalnya:
Maka tanyakanlah kepada mereka (musyrik Mekah): “Apakah mereka yang
lebih kukuh kejadiannya ataukah apa yang telah Kami ciptakan itu ?”
(Q.S. 37: 11).
Menurut
Ibnu Qayyim, fatwa adalah pernyataan yang disampaikan oleh
seorang mufti tentang persoalan agama yang belum diketahui hukumnya.
Tugas seorang mufti pada dasarnya sama dengan seorang mujtahid, yaitu
mencurahkan seluruh potensi pikirannya untuk membahas maslah keagamaan.
Berfatwa salah satu bentuk implementasi amar ma’ruf nahyi munkar,
sebab menyampaikan pesan-pesan agama yang harus dikerjakan atau dijauhi
oleh umat. Karena itu hukum berfatwa menurut asalnya adalah fardhu
kifayah. Apabila dalam suatu daerah hanya ada seorang mufti yang dapat
ditanyai tentang suatu masalah hukum yang sudah terjadi dan akan luput
seandainya ia tidak segera berfatwa, maka hukum berfatwa adalah fardhu
ain.
Seorang mufti sebenarnya merujuk kepada perbuatan Nabi di dalam
menjelaskan halal dan haramnya sesuatu. Dalam pemilihan pendapat yang
akan difatwakannya itu, ia harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Dalam memilih pendapat yang akan difatwakannya ia harus ikhlas dan
beritikad baik untuk mewujudkan kemaslahatan dan tidak merugikan siapa
pun.
- Memilih pendapat yang menurut keyakinannya benar dan kuat dalilnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Khalid Mazian, Kassim Thukiman, dan Mohd Zubil Bahak (Edit.), Maslahah Dalam Pandangan Hukum Syarak,
(Johor Malaysia:Unversity Teknologi Malaysia, 2010). Mohamad Hasan, dan
Rahmani (peterjemah), Ijma, (Bandung: Pustaka, 1985). Muhammad Abu
Zahrah, dan Saefullah Ma’shum, Slamet Basyir (peterjemah), Ushul Fikih, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009). Departemen Agama RI, Alqur’an dan Terjemhnya, (Bandung: Di ponegoro, 2010). Yusuf Qardawi, Fikih Hiburan, (Jakarta: Pustaka Al-Kaustsar, 2005)